DUALISME YAYASAN PENDIDIKAN AL-HIKMAH: INVESTIGASI MENDESAK TERKAIT PENYALAHGUNAAN IZIN OPERASIONAL SEKOLAH TINGGI
Medan, 4 Desember 2024 – Isu dualisme pengelolaan Yayasan Perguruan Tinggi Islam Al-Hikmah (Yaspetia) kembali mengemuka setelah ditemukan indikasi adanya penyalahgunaan izin operasional sejumlah sekolah tinggi di bawah naungan yayasan tersebut. Konflik antara Yaspetia yang berdiri pada tahun 1983 dan entitas lain yang diklaim berdiri pada tahun 2014 telah menimbulkan keresahan di kalangan akademisi, mahasiswa, dan masyarakat luas.
Izin operasional yang menjadi sorotan mencakup beberapa sekolah tinggi, yaitu:
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hikmah Medan yang berdiri pada tahun 1996.
STAI Al-Hikmah Tanjung Balai yang memperoleh izin pada tahun 2007.S
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Tebing Tinggi (2007), yang telah resmi bertransformasi menjadi STAI Al-Hikmah Tebing Tinggi berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 1091 Tahun 2024 tertanggal 22 Oktober 2024.
Ketiga institusi ini secara sah berada di bawah naungan Yaspetia yang didirikan pada tahun 1983 berdasarkan Akta Notaris No. 8. Namun, muncul dugaan bahwa Yaspetia 2014 menggunakan izin-izin tersebut tanpa dasar hukum yang jelas.
KOPERTAIS DAN PEMERINTAH DIMINTA BERTINDAK
Sebagai lembaga pengawas perguruan tinggi agama Islam, Kopertais diminta untuk segera turun tangan memverifikasi keabsahan izin operasional yang digunakan oleh kedua pihak. Langkah ini sangat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang yang dapat merusak kredibilitas pendidikan tinggi, terutama di sektor pendidikan agama Islam.
Menurut Ketua Yaspetia 1983, Rules Gajah, S.Kom., tindakan pihak lain yang diduga menggunakan izin operasional tanpa hak merupakan pelanggaran serius. “Kami sangat menyesalkan adanya pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan izin sekolah tinggi kami untuk kepentingan tertentu. Hal ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan ribuan mahasiswa yang berhak mendapatkan pendidikan di bawah lembaga yang sah,” ujarnya.
DASAR HUKUM YANG HARUS DIJAGA
Secara hukum, pendirian sekolah tinggi tidak dapat dilakukan tanpa adanya badan hukum atau yayasan yang sah sebagai induknya. Jika ditemukan bahwa izin operasional keluar lebih dahulu dibandingkan dengan pendirian yayasan, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan peraturan-peraturan lain yang mengatur tata kelola perguruan tinggi.
“Pemerintah, khususnya Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, harus turun tangan untuk menelusuri apakah ada pelanggaran dalam penerbitan izin ini. Jika terbukti, maka pihak-pihak yang bertanggung jawab harus dikenai sanksi hukum,” ujar seorang akademisi di Medan yang meminta namanya dirahasiakan.
DAMPAK LUAS BAGI MAHASISWA DAN INSTITUSI
Penyalahgunaan izin operasional tidak hanya berdampak pada aspek hukum, tetapi juga pada masa depan mahasiswa yang terdaftar di institusi-institusi tersebut. Jika konflik ini tidak segera diselesaikan, ada risiko pencabutan izin operasional, yang akan merugikan ribuan mahasiswa dan alumni yang telah menyelesaikan pendidikan di bawah institusi tersebut.
“Ini bukan hanya soal dokumen atau legalitas, tapi menyangkut hak-hak mahasiswa dan dosen. Mereka layak mendapatkan kepastian hukum dan jaminan bahwa pendidikan yang mereka terima sah dan diakui,” tambah seorang pengamat pendidikan di Medan.
SERUAN UNTUK APH DAN REGULATOR PENDIDIKAN
Masyarakat dan tokoh-tokoh pendidikan menyerukan Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk kepolisian dan kejaksaan, untuk segera melakukan investigasi mendalam terhadap dugaan penyalahgunaan izin ini. Selain itu, pihak regulator, seperti Kopertais dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Islam (Diktis), juga diharapkan memeriksa validitas izin dan mendamaikan konflik ini secara transparan dan adil.
“Jika tidak ditangani dengan serius, konflik ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan tinggi, terutama di sektor agama Islam. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan tinggi bisa runtuh,” tegas seorang tokoh masyarakat.
HARAPAN UNTUK PENYELESAIAN
Dengan adanya desakan publik, besar harapan agar pemerintah, APH, dan regulator pendidikan dapat segera menyelesaikan konflik ini. Penyelesaian yang cepat dan adil tidak hanya akan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak, tetapi juga melindungi hak-hak mahasiswa, dosen, dan masyarakat luas yang bergantung pada integritas sistem pendidikan nasional.
liputan : Herman












Tidak ada komentar:
Posting Komentar