• Jelajahi

    Copyright © MITRA POLRI
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Natal

    NKRI


     

    Iklan

    Menhut Raja Juli Antoni Cabut Izin 18 Perusahaan Hutan Seluas 526 Ribu Hektare, Termasuk PT. Multikarya Lisun Prima

    Admin Warta
    Kamis, 23 Oktober 2025, Oktober 23, 2025 WIB Last Updated 2025-10-23T11:06:12Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Menhut Raja Juli Antoni Cabut Izin 18 Perusahaan Hutan Seluas 526 Ribu Hektare, Termasuk PT. Multikarya Lisun Prima




    Jakarta, 23 Oktober 2025



    Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di bawah kepemimpinan Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Raja Juli Antoni, secara resmi mencabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) terhadap 18 perusahaan pengelolaan hutan di berbagai wilayah Indonesia. Total luas area konsesi yang dicabut mencapai 526.144 hektare, mencakup kawasan hutan dari Aceh hingga Papua.  



    Langkah tegas ini diambil setelah dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja para pemegang izin PBPH. Berdasarkan hasil evaluasi, sejumlah perusahaan dinilai tidak melaksanakan kewajiban pelestarian dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan, serta tidak memenuhi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.  




     “Pemerintah tidak akan mentolerir perusahaan yang mengabaikan kewajiban pelestarian hutan. Hutan adalah sumber kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Bila tidak dikelola dengan tanggung jawab, izinnya akan kami cabut,” tegas Menteri Raja Juli Antoni di Jakarta.  



    Adapun ke-18 perusahaan yang izinnya telah dicabut tersebar di berbagai provinsi, di antaranya:  



    1. PT. Plasma Nutfah Marind Papua– ±64.050 ha (Kabupaten Merauke, Papua)  


    2. PT. Hutan Sembada– ±10.260 ha (Kalimantan Selatan)  


    3. PT. Rimba Dwipantara– ±9.930 ha (Kalimantan Tengah)


    4. PT. Zedsko Permai – ±30.525 ha (Mamuju, Sulawesi Selatan)

    5. PT. Rencong Pulp dan Paper Industry – ±10.384 ha (Aceh Utara, Aceh)  


    6. PT. Multikarya Lisun Prima – ±28.885 ha (Sijunjung, Sumatera Barat)  

    7. PT. Satyaguna Sulajaya – ±27.740 ha (Banggai, Sulawesi Tengah)  


    8. PT. Batu Karang Sakti – ±43.327 ha (Malinau, Kalimantan Utara)  


    9. PT. Cahaya Mitra Wiratama – ±18.290 ha (Kutai Timur, Kalimantan Timur)  


    10. PT. Sari Hijau Mutiara – ±20.000 ha (Indragiri Hilir, Riau)  


    11. PT. Janggala Semesta– ±12.380 ha (Kalimantan Selatan)  

    12. PT. Maluku Sentosa – ±11.504 ha (Kabupaten Buru, Maluku)  

    13. PT. Talisan Emas – ±54.750 ha (Maluku) 

    14. PT. Wanakayu Batuputih– ±42.500 ha (Kalimantan Barat)  


    15. PT. Kayna Resources– ±45.675 ha (Kapuas Hulu, Kalimantan Barat)  


    16. PT. East Point Indonesia – ±50.665 ha (Kalimantan Tengah)  

    17. PT. Cahaya Karya Dayaindo – ±35.340 ha (Sintang, Kalimantan Barat)  


    18. PT. Wana Dipa Perkasa– ±8.355 ha (Balangan, Kalimantan Selatan).  



    Salah satu perusahaan yang turut terkena kebijakan ini adalah PT. Multikarya Lisun Prima, yang berlokasi di Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. Perusahaan ini memegang izin  IUPHHK-HA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam) dengan luas konsesi ±28.885 hektare.  

    Kementerian menyebutkan bahwa pencabutan izin dilakukan sebagai bagian dari  program reformasi tata kelola hutan nasional, yang bertujuan menertibkan perusahaan pemegang izin yang tidak aktif atau melanggar prinsip kehutanan berkelanjutan. Pemerintah juga menegaskan akan membuka peluang bagi koperasi masyarakat adat, BUMDes, dan kelompok tani hutan untuk mengelola kawasan tersebut dengan pendekatan ekonomi hijau dan berbasis konservasi.  




    Selain itu, Menteri Raja Juli Antoni menegaskan bahwa langkah ini sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo dalam mendorong pengelolaan hutan lestari, restorasi ekosistem, dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 dan prinsip keadilan ekologis.  



     “Pemerintah ingin memastikan bahwa hutan tidak lagi menjadi sumber konflik atau eksploitasi, tetapi menjadi ruang hidup yang adil, produktif, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang,” tambah Raja Juli Antoni.  



    Dengan pencabutan izin ini, seluruh perusahaan diminta segera melakukan penyelesaian administrasi dan kewajiban terhadap negara. KLHK juga akan melakukan langkah pengamanan lapangan agar tidak terjadi penyerobotan maupun pembalakan liar di area bekas konsesi.  

    (TIM)
    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Terkini